Pendopo

Terhampar seluruh getar hati dalam setiap kata dan maknanya. Terdendang sebuah kisah yang sempat tertoreh di seperempat waktu. Kebahagiaan terasa hanya beberapa kejap dari usia yang tak lagi dihitung oleh hitungan tahun tetapi oleh kedalaman rasa. Maka, di atas sajadah kata ini, ku berusaha memetik dawai hati, nyanyikan kidung sunyi yang rindukan buaian mimpi. Tak usah membuka telinga, belalakkan mata, apalagi memaksa batu bicara pada takdir. Bukan pula penulis, tetapi tetap mencoba menulis.

EVOLUSI IDEOLOGI


Anwar Nuris *
 
“Tanpa definisi, kita tidak akan pernah bisa sampai pada konsep” (Ibnu Sina)
 
Ideologi perspektif etimologi berasal dari kata idea = pikiran, dan logos = ilmu. Jadi secara terminologi, ideologi berarti studi tentang gagasan, pengetahuan kolektif, pemahaman-pemahaman, pendapat-pendapat, nilai-nilai, prakonsepsi-prakonsepsi, pengalaman-pengalaman, dan atau ingatan tentang informasi sebuah kebudayaan dan juga rakyat individual. Filsuf Perancis, Antoine Destutt de Tracy (1754-1836), yang pertama kali menciptakan istilah Ideologi pada 1796, mendefinisikan ideologi sebagai ilmu tentang pikiran manusia (sama seperti biologi dan zoologi yang merupakan ilmu tentang spesies) yang mampu menunjukkan jalan yang benar menuju masa depan.
D.D. Raphael mengatakan, ideologi biasanya dimaknai sebagai sebuah doktrin yang bersifat preskriptif yang tidak didukung oleh argumentasi rasional. Ilmu mengenai ide yang semula merupakan filsafat akal yang memperoleh ide atau gagasan dari akal (sebagai lawan dari metafisika), dari bahasa francis ideologie, studi atau ilmu mengenai ide-ide. 
Beberapa kalangan lain mendefinisikan istilah ideologi sebagai sebuah doktrin yang ingin mengubah dunia. Ada juga yang mengualifikasikan ideologi sebagai sesuatu yang visioner tapi, lebih banyak lagi mengualifikasikannya sebagai sesuatu yang bersifat hipotetis, tak terkatakan, dan tidak realistis, bahkan lebih dari itu, adalah sebuah penipuan kolektif oleh seseorang atau yang lain, yang mengarah pada pembenaran atau melegitimasi subordinasi satu kelompok oleh kelompok lain, dengan jalan manipulasi sehingga menyebabkan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan kekerasan sistematik dan teror yang kemudian berujung pada imperialisme, perang, dan pembersihan etnis.
Dalam literature Arab, istilah ideologi adalah Mabda’ yang secara etimologis berasal dari mashdar mimi dari kata bada’a-yabda u-bad’an wa mabda’an yang berarti permulaan. Secara terminologis berarti pemikiran mendasar yang dibangun diatas pemikiran-pemikiran (cabang )
Dalam Al-Mausu’ah al-Falsafiyah, di sana disebutkan Al-Mabda’ (ideologi) adalah pemikiran mendasar (fikrah raisiyah) dan patokan asasi (al-qaidah al-asasiyah) tingkah laku. Dari segi logika, al-mabda’ adalah pemahaman mendasar dan asas setiap peraturan.
Selain definisi di atas, berikut ada beberapa definisi lain tentang ideologi:
 Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan atau aqidah 'aqliyyah (akidah yang sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan.
 Ideologi adalah studi terhadap ide – ide/pemikiran tertentu (Destutt de Tracy).
 Ideologi adalah inti dari semua pemikiran manusia (Rene Descartes).
 Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa (Machiavelli).
 Ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar dapat bertahan dan mengatur rakyatnya (Thomas H).
 Ideologi adalah sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup (Francis Bacon).
 Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat (Karl Marx).
 Ideologi keseluruhan pemikiran politik dari rival–rivalnya (Napoleon Bonaparte).
 Ideologi (Mabda’) adalah Al-Fikru al-asasi al-ladzi hubna Qablahu Fikrun Akhar, pemikiran mendasar yang sama sekali tidak dibangun (disandarkan) di atas pemikiran pemikiran yang lain. Pemikiran mendasar ini merupakan akumulasi jawaban atas pertanyaan dari mana, untuk apa dan mau kemana alam, manusia dan kehidupan ini yang dihubungkan dengan asal muasal penciptaannya dan kehidupan setelahnya (Muhammad Muhammad Ismail).
 Ideologi adalah sebuah pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional (aqidah aqliyah), yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Pemikiran tersebut harus mempunyai metode, yang meliputi metode untuk mengaktualisasikan ide dan solusi tersebut, metode mempertahankannya, serta metode menyebarkannya ke seluruh dunia (Dr. Hafidh Shaleh).
 Mabda’ adalah suatu aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. Yang dimaksud aqidah adalah pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup, serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan Zat yang ada sebelum dan sesudah alam kehidupan di dunia ini. Atau Mabda’ adalah suatu ide dasar yang menyeluruh mengenai alam semesta, manusia, dan hidup. Mencakup dua bagian yaitu, fikrah dan thariqah (Taqiyuddin An-Nabhani).
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa Ideologi (mabda’) adalah pemikiran yang mencakup konsepsi mendasar tentang kehidupan dan memiliki metode untuk merasionalisasikan pemikiran tersebut berupa fakta, metode menjaga pemikiran tersebut agar tidak menjadi absurd dari pemikiran-pemikiran yang lain dan metode untuk menyebarkannya.
Pada prinsipnya terdapat tiga arti utama dari kata ideologi, yaitu pertama, ideologi sebagai kesadaran palsu. Biasanya dipergunakan oleh kalangan filosof dan ilmuwan sosial. Ideologi adalah teori-teori yang tidak berorientasi pada kebenaran, melainkan pada kepentingan pihak yang mempropagandakannya. Ideologi juga dilihat sebagai sarana kelas atau kelompok sosial tertentu yang berkuasa untuk melegitimasikan kekuasaannya. 
Kedua, ideologi dalam arti netral. Dalam hal ini ideologi adalah keseluruhan sistem berpikir, nilai-nilai, dan sikap dasar suatu kelompok sosial atau kebudayaan tertentu. Arti kedua ini terutama ditemukan dalam negara-negara yang menganggap penting adanya suatu “ideologi negara”. Disebut dalam arti netral karena baik buruknya tergantung kepada isi ideologi tersebut.
Dan ketiga, ideologi dalam arti keyakinan yang tidak ilmiah. Biasanya digunakan dalam filsafat dan ilmu-ilmu sosial yang positivistik. Segala pemikiran yang tidak dapat dibuktikan secara logis-matematis atau empiris adalah suatu ideologi. Segala masalah etis dan moral, asumsi-asumsi normatif, dan pemikiran-pemikiran metafisis termasuk dalam wilayah ideologi.
Kembali pada evolusi definitive ideology, di tangan de Tracy, pengertian ideologi bersifat netral, jauh dari makna yang dilontarkan oleh para definitor yang lain. Tetapi, kenyataannya istilah ideologi tak sesederhana yang dirumuskan de Tracy. Bahkan, seperti dikatakan Ania Loomba, istilah ideologi merupakan salah satu istilah yang paling kompleks dan paling sulit dipahami dalam pemikiran sosial, dan merupakan bahan perdebatan berkelanjutan.
Rolf Schwarz, dalam artikelnya What is Ideology, misalnya, mendefinisikan ideologi sebagai, kepercayaan atau sekumpulan kepercayaan, khususnya kepercayaan politik yang mana rakyat, partai, atau negara mendasarkan tindakannya.
Paling tidak, meminjam rumusan Eatwell dan Wright, ideologi dapat dibagi ke dalam beberapa hal: pertama, ideologi sebagai pemikiran politik; kedua, ideologi sebagai norma dan keyakinan; ketiga, ideologi sebagai bahasa, simbol, dan mitos; keempat, ideologi sebagai kekuasaan elit.
Karena sarat kontroversi, tak heran jika makna ideologi berubah menjadi jelek (peyoratif). Lantas, dari mana datangnya perubahan makna ideologi yang bersifat peyoratif itu?. Masih menurut Eatwell dan Wright, itu semua bermula dari Napoleon Bonaparte (1796-1821). Ketika berhadapan dengan kekuasaan tradisional yang legitimasinya semakin memudar, Bonaparte adalah orang yang tertarik pada karya de Tracy karena mendukung ambisi politiknya. Tapi, begitu kursi kekaisaran telah didudukinya, Bonaperte berpaling memusuhi kelompok de Tracy. Kali ini, demi memperoleh dukungan dari kelompok-kelompok tradisional, khususnya gereja Katolik, Bonaparte menuduh kelompok de Tracy sebagai "ideologis."
Kata Eatwell dan Wright, Napoleon kemudian memulai sebuah kritik yang panjang dimana ia menghubungkan ideologi dengan sifat-sifat seperti keinginan a priori untuk menjatuhkan kehidupan lama atau tradisional dan "memajukan" kehidupan manusia, dan atau untuk mendukung keyakinan yang cocok dengan kepentingan mereka yang memproklamirkan ideologi tersebut. (de Tracy adalah seorang republikan liberal yang membayangkan suatu dunia baru di mana kaum intelektual seperti dirinya akan memainkan suatu peranan yang signifikan).
Sejak saat itu, demikian Schwarz, ideologi diasosiasikan dengan orang yang visioner dan teoritikus yang tidak bersentuhan dengan kenyataan, tapi pada saat yang sama tetap berpegang pada pandangannya sendiri, keras kepala, dan dogmatik.
Kita lihat, perlahan-lahan mulai terjadi evolusi pengertian ideologi, dari yang semula bersifat netral menjadi sebuah penghakiman terhadap perbedaan atas dasar kepentingan politik. Dari sebuah ilmu yang mempelajari tentang gagasan menjadi sebuah pengertian yang sinis, jelek, dan tidak ilmiah. Di sini istilah ideologi kedudukannya lebih rendah dari ilmu pengetahuan atau teori. Mungkin itu sebabnya kaum intelektual lebih enjoy disebut akademis, filsuf, atau teoritikus, dari pada disebut sebagai ideolog.
***
Di bawah ini terdapat bermacam bentuk ideology dan tokohnya, tergantung teritorial diskursus dan objek formal kajiannya. Dalam dunia politik terdapat paham Batllisme (José Batlle y Ordóñez), Blairite atau Blairisme (Tony Blair). Castroisme (Fidel Castro). Chavisme (Hugo Chávez). Clintonisme (Bill Clinton). Francoisme (Francisco Franco). Gandhisme (Mahatma Gandhi). Gaullisme (Charles de Gaulle). Jacobitisme (James II dari Inggris). Josephinisme (Joseph II, Kaisar Romawi Suci). Kaczisme (Jarosław Kaczyński). Kemalisme (Mustafa Kemal Atatürk). Kimilsungisme (Kim Il-Sung). Leninisme (Vladimir Lenin). Machiavellianisme (Niccolò Machiavelli). Maoisme (Mao Zedong). Marxisme (Karl Marx). McCarthyisme (Joseph McCarthy). Nasserisme (Gamal Abdel Nasser). Pabloisme (Michel Pablo). Peronisme (Juan Perón). Reaganisme (Ronald Reagan). Sandinisme (Augusto César Sandino). Shachtmanisme (Max Shachtman). Soekarnoisme (Soekarno). Sparticisme (Spartacus). Stalinisme (Joseph Stalin). Strasserisme (Gregor dan Otto Strasser). Thatcherisme (Margaret Thatcher). Titoisme (Josip Broz Tito). Trotskyisme (Leon Trotsky). Uribisme (Álvaro Uribe). Whitlamisme (Gough Whitlam). Yeltsinisme (Boris Yeltsin). Zapatisme (Emiliano Zapata), dan lain-lain.
Sedangkan dalam Agama dan falsafah, terdapat paham Ahmadiyyah (Mirza Ghulam Ahmad). Alevi (Ali). Althusserianisme (Louis Althusser). Amish (Jacob Amman). Arianisme (teolog Arius). Aristotelianisme (Aristotle). Arminianisme (Jacobus Arminius). Augustinisme (Agustinus dari Hippo). Averroisme (Averroes). Bábisme (the Báb). Badawiyyah (Ahmad al-Badawi). Bahá'í Faith (Bahá'u'lláh). Basilideans (Basilides). Bektashi (Hajji Bektash Wali). Benthamisme (Jeremy Bentham). Buchmanisme (Frank N. D. Buchman). Buddhisme (Buddha). Darbyisme (John Nelson Darby). Darqawa (Muhammad al-Arabi al-Darqawi). Dominikan (Dominikus dari osma). Epicureanisme (Epicurus). Erastianisme (Thomas Erastus). Febronianisme (Justinus Febronius). Feeneyisme (Leonard Feeney). Fransiskan (Fransiskus dari Assisi). Georgisme (Henry George). Hanafi (Abu Hanifa an-Nu‘man). Hegelianisme (Georg Wilhelm Friedrich Hegel). Hobbesianisme (Thomas Hobbes). Hutterit (Jakob Hutter). Ismailiyah (Ismail bin Jafar). Jansenisme (Cornelius Jansen). Jerrahi (Pir Nureddin al-Jerrahi). Kalvinisme (Yohanes Kalvin). Kantianisme (Immanuel Kant). Kekristenan (Yesus Kristus). Khalwati (Umar Khalwati). Konfusianisme (Konfusius). Kubrawiyyah (Najmeddin Kubra). Laestadianisme (Lars Levi Laestadius). Lutheranisme dan Neolutheranisme (Martin Luther). Maniisme (Mani/nabi). Martinisme (Louis-Claude de Saint-Martin). Mennonite (Menno Simons). Millerite (William Miller). Mohisme (Mozi). Montanisme (Montanus). Naqshbandi (Baha-ud-Din Naqshband Bukhari). Nestorianisme (Nestorius). Nimatullahi (Shah Nimatullah). Pelagianisme (Pelagius). Platonisme dan Neoplatonisme (Plato). Puseyisme (Edward Bouverie Pusey). Pyrrhonisme (Pyrrho). Qadiriyyah (Abdul Qadir Jaylani). Randianisme (Ayn Rand). Rastafarianisme (Ras Tafari). Raëlisme (Raël). Rifaiyyah (Ahmed ar-Rifa'i). Sabellianisme (Sabellius). Safaviyeh (Safi Al-Din). Senussi (Muhammad ibn Ali as-Senussi). Shadhili (Abu-l-Hassan ash-Shadhili). Socinianisme (Laelius Socinus). Spinozisme (Baruch Spinoza). Suhrawardiyyah (Abu al-Najib al-Suhrawardi). Thomisme (Thomas Aquinas). Tijaniyyah (Sidi Ahmed al-Tidjani). Wahhabisme (Muhammad ibn Abd-al-Wahhab). Yazidisme (Yazid I). Wycliffite (John Wycliffe). Zahediyyah (Zahed Gilani). Zoroastrianisme (Zoroaster). Zwingliisme (Huldrych Zwingli), dan sebagainya.
Demikian juga dalam aspek Ekonomi, terdapat paham Friedmanisme (Milton Friedman). Keynesianisme (John Maynard Keynes). Malthusianisme (Thomas Malthus). Dan lain sebagainya. Sedangkan pada wilayah Ilmiah, diantaranya paham Cartesian (René Descartes). Comtisme (Auguste Comte). Darwinisme (Charles Darwin). Lamarckisme (Jean-Baptiste de Lamarck). Dan masih banyak yang lainnya sesuai dengan spesifikasi pencetusnya, misalnya terdapat paham Fordisme (Henry Ford). Freudianisme dan post-Freudianisme (Sigmund Freud). Masochisme (Leopold von Sacher-Masoch). Sadisme (Donatien-Alphonse-François de Sade). Taylorisme (Frederick Winslow Taylor). Victorianisme (Ratu Victoria).
 
* Selaku editor data mentah bersama team kreatif Ideologi yang disampaikan pada “Wong Tuwo” Dewan Kemitraan Agung (DEKAN) Ikatan Mahasiswa Sumenep (IKMAS) di Surabaya.